KAJI ULANG PENGERTIAN KATA "POSO"

      Kontroversi tentang siapa “orang Poso” acapkali mencuat dan berakibat negatif pada relasi sosial antar suku asli Poso, anak suku, dan juga pendatang vesus non-pendatang. Diskursus tentang ini kadang memanas terutama menjelang pesta politik di Kabupaten Poso dan hasilnya : menyerhanakan identitas orang Poso itu sendiri.

Asal mula nama Kota Poso

     Ada berbagai versi yang terkait dengan asal mula penyebutan “Poso” untuk kota Poso, namun secara umum dapat dikelompokan atas dua : pertama Poso berarti Pecah/terbelah dan kedua Poso berarti kokoh/teguh. Walaupun berbeda tafsirnya, tetapi kedua-duanya sepakat bahwa kata “Poso” adalah bahasa Pamona (salah satu suku asli di Kabupaten Poso).
(1) Versi Pertama : Poso = Terbelah/Terpecah
Kelompok ini merujuk pada terjemahan Poso yang diambil dari kata Maposo. Secara leterleg, kata Maposo berarti remuk terbelah kemudian terjadi perubahan makna sebagai terbelah saja. Perubahan ini untuk memudahkan pemahaman bahwa kota Poso terbelah oleh sungai yang mengalir dari Tentena ke Poso (sungai Poso).
(2) Versi Kedua : Poso = Teguh/Kokoh
Kelompok ini merujuk pada kata Poso’o dalam bahasa Pamona yang berarti Teguh, Kokoh. Pada awalnya, pemerintahan Poso berada di Saeo (baca : saeyo) yang berarti sehari (sekarang menjadi Kelurahan Sayo). Tempat ini disebut saeyo karena perjalanan dari Tentena menuju lokasi rumah Raja memakan waktu sehari perjalanan dengan pedati. Saat tiba dirumah Raja biasanya tamu yang membawa pedati diperintahkan untuk melepas kekang sapi/kerbaunya dan mengkat sapi di satu tempat (sekarang lapangan Kasintuwu Poso) dengan menanam patok yang kokoh (dalam bahasa Pamonanya Poso’o). Pada perjalanan sejarah Poso, lokasi tempat memasang Patok (lapangan Kasintuwu menjadi pusat perkantoran Ibu kota Poso (sebelum pindah kelokasi sekarang)

Telaah “Pecah vs Kokoh”

     Pada masa sekarang ini orang di Poso (termasuk Wikipedia) menggunakan rujukan pertama (Poso = terbelah), sebagai asal mula penyebutan Poso. Selain itu, ada yang menyebut Poso sebagai terpecah-belah karena terbagi atas beberapa suku asli yang bahasanya berbeda, dan seringkali saling-serang (masa-masa sebelum masuknya agama). Terpecah belah dipahami sebagai kepelbagaian anak suku Pamona yang dialek bahasanya berbeda. Beberapa kelemahan teori ini :
(1) Ditinjau dari asal katanya, “Maposo”, bukan “Poso” dan tidak ada kata Poso. Sehingga kata Poso tidak memiliki pengertian apapun (asal kata direduksi menjadi asal kata lagi).
(2) Ditinjau dari pengertian Poso terbelah oleh sungai Poso. Sungai Poso merupakan salah satu sungai terbesar di Sulawesi yang berhulu di Danau Poso, dan bermuara di Teluk Poso. Ketiga tempat ini (Danau Poso, Sungai Poso, dan Teluk Poso) lebih dahulu ada disbanding Kota Poso dan ketiganya tidak dipahami sebagai Danau yang terbelah. Sungai yang terbelah, ataupun teluk yang terbelah,
(3) Ditinjau dari segi peperangan antar suku asli (Pamona, Mori, Bada, Napu). Dari awalnya kata “Poso” diambil dari bahasa suku Pamona sehingga lemah untuk mengatakan Poso sebagai terbelah untuk menggambarkan perpecahan antar suku, yang nota bene berbeda bahasa.
(4) Ditinjau dari letak Demografis Kota Poso mula-mula
Pada awal pemerintahan Poso (Masa Raja Talasa) kedudukan rumah Raja di (Sayo) dan masyarakatnya berada disekitarnya. Sedangkan masyarakat pendatang, berada di Kampung Jawa (sekarang Kelurahan Bonesompe, Kampung Lage (sekarang Kelurahan Lombugia), Kampung Gorontalo (sekarang Kelurahan Lawanga). Semua masyarakat ini berdomisili di sisi yang sama di pinggir sungai Poso. Sedangkan bagian sisi yang lain berupa rawa (tahun 80-an di jadikan lahan persawahan dan tahun 90-an di jadikan lokasi perkantoran yang baru) Karenanya Poso “tidak terbelah oleh sungai”. Jika rujukannya pada salah satu anak suku Pamona (Pebato) yang berada (+ 20 km dari Pusat Pemerintahan masa itu) rasanya kurang tepat karena jalur kantong ekonomi masyarakatnya tidak melintas kota Poso melainkan Jalur Pesisir Poso-Dewua-Sulewana) selanjutnya ke Pendolo (Lamusa).
Melihat lemahnya rujukan di atas, maka alternatifnya adalah Poso = Kokoh.

“Poso = Terbelah” stigmatisasi yang harus di hapus

      Istilah Poso = terbelah dikampanyekan secara luas saat konflik Poso untuk memahami mengapa orang Poso bisa konflik berkepanjangan. Terminologi seperti ini, terkesan permisif atas apa yang terjadi di Poso dan tidak membangun solusi untuk menghindari ataupun memperbaik. Kondisi/persepsi seperti ini menjadi stigma bahwa orang Poso suka berkonflik. Karenanya perlu perubahan stigma melalui perbaikan persepsi tentang Orang Poso.

(Tulisan ini dimuat Penulis di LP2M POSO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar